BERITAIDN, PACITAN–Di Kabupaten Pacitan Jawa Timur terdapat sebuah peninggalan berupa Punden Jatingarang yang mana menjadi bukti sejarah jejak Sunan Kalijaga saat menyebarkan agama Islam sekitar tahun 1500 lalu. Tepatnya di Desa Katipugal, Kecamatan Kebonagung dan menyimpan kisah mistis.
Menurut Juru Kunci Jatingarang Ki Sokiran Gondo Carito (70), bahwa Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Raden Mas Syahid kala itu diperintah oleh Sunan Bonang untuk menyisir pantai selatan dan singgah sementara waktu di gumuk (bukit) bersama para pengikutnya.
“Zaman dahulu belum dinamakan Jatingarang dan masih berwujud gunung kecil. Nah, ketika Kanjeng Sunan Kalijaga istirahat di sana bersama pengikutnya, ia menancapkan tongkat sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke Kali Uluh, Desa Klesem,” katanya, Jumat (04/02/2022) lalu.
Juru kunci yang juga berprofesi sebagai dalang itu mengisahkan jika tongkat Sunan Kalijaga yang tertinggal kemudian diambil oleh salah seorang pengikutnya. Namun sudah berubah wujud. Sang Sunan pun meminta untuk tidak mencabutnya. Sebagai pertanda, tempat tersebut diberi nama Jatingarang.
“Jadi, manakala melihat tongkat tersebut sudah jadi tanaman, Sang Sunan lalu mengurungkan niatnya dan berkata kepada pengikutnya bahwa suatu saat tempat tersebut dinamakan Jatingarang,” terang Ki Sokiran.
Lebih lanjut Ki Sokiran menceritakan, Punden Jatingarang konon memiliki keunikan di mana daunnya tak pernah rontok ke tanah, namun terbang tinggi dibawa angin sampai ke Keraton Surakarta Hadiningrat. Para kyai pun banyak yang mencari keberadaan tongkat Sunan Kalijaga.
“Waktu saya masih kecil, Jatingarang daunnya sangat lebat. Anehnya saat diterpa angin tidak jatuh ke tanah melainkan terbang ke Keraton Surakarta Hadiningrat. Akhirnya para kyai banyak yang mencari keberadaan tongkat tersebut,” jelasnya.
Keadaan Punden Jatingarang saat ini hanya menjadi pohon jati besar tanpa daun dan membaur dengan pepohonan liar di sekitarnya. Namun masih menyisakan keanehan. Pohon jati yang tumbuh di sekelilingnya tidak seperti pada umumnya, melainkan ada lobang di tengah.
“Kayu jati petilasan itu sampai sekarang tidak ada yang utuh, mau sebesar segini pasti berlubang, nggak tau maksudnya bagaimana, mungkin agar tidak digunakan untuk hal-hal yang tak diinginkan,” ucap Ki Sokiran.
Di tempat lain, yakni di Kali Uluh, Desa Klesem masih ada peninggalan Sunan Kalijaga berupa rambut yang konon dipendam dan diberi nisan dari batu. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar, jika batu tersebut miring, maka pertanda petaka akan terjadi.
“Sunan Kalijaga hanya sekedar lewat. Peninggalan lainnya ada di Desa Klesem. Zaman dahulu Sang Sunan menyisir rambutnya dan rontok hingga dipendam di tanah. Tepatnya di Kali Uluh, Desa Klesem yang ditandai dengan sebuah batu. Kalau miring, maka akan terjadi bencana,” tutur Ki Sokiran.
Masih menurut Ki Sokiran, Punden memiliki arti sesuatu yang dijunjung tinggi dan dihormati dengan cara merawatnya. Sehingga peninggalan Sunan Kalijaga akan terus diingat oleh orang setelahnya.
“Punden itu dipundi dan dirawat. Dulu pernah ada orang menebang pohon jati untuk mebel. Karena merusak kepercayaan, tak lama terjadi musibah. Tiga orang tersebut tertimbun tanah dan meninggal,” ujarnya.