Alhamdulillah, Tingkat Kemiskinan di Pacitan Turun 0,57 Persen

  • Bagikan
Daya beli masyarakat Pacitan meningkat. Warga tengah mengantre membeli bahan pokok. (Foto: Al Ahmadi/BeritaIDN)
Daya beli masyarakat Pacitan meningkat. Warga tengah mengantre membeli bahan pokok. (Foto: Al Ahmadi/BeritaIDN)

BeritaIDN, PACITAN—Tingkat kemiskinan di Pacitan menunjukkan tren penurunan. Pada Maret 2024, jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 73,03 ribu jiwa atau 13,08 persen dari total populasi. Angka ini turun 0,57 persen poin dibandingkan Maret 2023, di mana jumlah penduduk miskin mencapai 76,20 ribu jiwa atau 13,65 persen.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Pacitan, Wisma Eka Nurcahyanti, dalam keterangannya pada Sabtu (23/11/2024), menyebutkan bahwa penurunan ini didukung oleh beberapa faktor kunci. Salah satunya adalah perbaikan ekonomi pasca-pandemi COVID-19.

“Perekonomian di Pacitan mulai bergerak positif, bahkan pertumbuhan ekonomi tahun 2023 tercatat sebesar 4,46 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” ujar Wisma melalui pesan WhatsApp.

Garis kemiskinan di Pacitan pada Maret 2024 naik menjadi Rp370.643 per kapita per bulan, meningkat Rp18.037 dari Maret 2023. Rata-rata rumah tangga miskin di Pacitan terdiri dari 4,69 orang, sehingga kebutuhan minimum untuk keluar dari garis kemiskinan setara dengan Rp1.738.316 per rumah tangga per bulan.

Selain itu, pengeluaran konsumsi rumah tangga turut meningkat sebesar 4,53 persen pada 2023 dibandingkan 2022. Peningkatan ini menjadi komponen terbesar dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pacitan.

Baca juga :  Pantau Harga Bahan Pokok, Bhabin di Pacitan Blusukan ke Pasar

Tidak hanya jumlah penduduk miskin, indikator kedalaman dan keparahan kemiskinan juga menunjukkan perbaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 1,73 pada Maret 2023 menjadi 1,49 pada Maret 2024.

Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun dari 0,32 menjadi 0,25 dalam periode yang sama.

Penurunan nilai P1 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan.

Sedangkan penurunan nilai P2 mengindikasikan kesenjangan pengeluaran antarpenduduk miskin semakin kecil.

Meski angka kemiskinan berkurang, sekitar 73 ribu jiwa yang masih tergolong miskin didominasi oleh kelompok dengan karakteristik “4L”—the Last, the Least, the Lowest, and the Loss.

Kelompok ini mencakup individu yang paling terakhir mendapat kesempatan, paling sedikit menerima manfaat pertumbuhan ekonomi, paling rendah tingkat kehidupannya, dan sering kehilangan arah dalam menentukan pilihan hidup.

Karakteristik ini menjadi tantangan besar dalam upaya pengentasan kemiskinan. Strategi pengentasan tidak cukup hanya berfokus pada persentase, tetapi juga harus mengatasi kedalaman dan keparahan kemiskinan untuk menciptakan dampak yang lebih merata.

Baca juga :  Dukung Makan Siang Gratis, Sapi Perah di Pacitan Dipacu Produktivitasnya

Dampak Pandemi dan Langkah Pemulihan

Selama periode 2004–2024, tingkat kemiskinan di Pacitan terus menurun, kecuali pada 2020–2021. Pandemi COVID-19 memicu lonjakan kemiskinan akibat terhentinya aktivitas ekonomi di berbagai sektor.

Namun, kebijakan pemulihan ekonomi seperti pengembangan ekonomi kreatif dan penyaluran program bantuan sosial membantu masyarakat bangkit.

Program bantuan seperti Program Bantuan Sembako dan Bansos Pangan dari pemerintah pusat maupun daerah menjadi salah satu instrumen penting dalam menjaga daya beli masyarakat miskin.

Dengan keberhasilan penurunan angka kemiskinan, perhatian kini harus diarahkan pada kelompok miskin kronis. Pendekatan berbasis data seperti yang diukur oleh Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan dapat menjadi panduan untuk merancang program yang lebih efektif.

“Pengentasan kemiskinan di Pacitan adalah proses panjang yang tidak hanya membutuhkan data statistik, tetapi juga strategi yang menyentuh akar masalah,” pungkas Wisma.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *