BeritaIDN, PACITAN – Ada kabar yang mesti didengar baik-baik oleh para guru, murid, dan barangkali juga tukang es keliling. Dinas Pendidikan Pacitan punya rencana: sekolah dasar bakal digabung. Alasannya masuk akal, jumlah murid makin susut, ruang kelas makin banyak kosong, tapi tenaga pengajar tetap. Hasilnya? Ketidakefisienan merajalela.
Menurut Kepala Bidang Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Pacitan, Wahyono, tren penurunan siswa ini bukan peristiwa semalam. Sudah sejak awal 2000-an jumlah murid menurun, pelan tapi pasti.
“Saat ini, rasio siswa dan guru mencapai 10 siswa per guru. Ini kurang efisien dalam pengelolaan pendidikan, baik dari segi kualitas maupun pemerataan mutu antar lembaga. Selain itu, kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat juga semakin terlihat,” kata Wahyono, Rabu (12/3/2025).
Maka, muncullah gagasan regrouping, alias penggabungan sekolah. Ada 20 sekolah dalam daftar, tapi untuk pemanasan, akan dimulai dengan 14 sekolah yang disatukan jadi 7 lembaga baru.
“Jika masih diperlukan konsultasi publik lebih lanjut, kita akan jalankan terlebih dahulu pada 14 sekolah yang sudah memiliki kajian kuat,” lanjut Wahyono.
Tapi tentu saja, ini baru sebatas rencana. Keputusan akhir masih menunggu restu dari Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan. Kalau sudah diketuk palu, tahun ajaran 2025/2026 nanti sekolah-sekolah ini akan menyambut murid-murid baru di bawah atap yang sama.
Kalau sekolahnya digabung, bagaimana dengan guru-gurunya? Wahyono buru-buru memastikan: tidak ada yang dipecat, tidak ada yang kehilangan pekerjaan.
“Kami memastikan bahwa tidak ada guru yang kehilangan pekerjaannya. Mereka akan ditempatkan di sekolah lain yang masih memungkinkan secara jarak dan tetap terjangkau dari tempat tinggal mereka,” katanya, seolah menjawab keresahan para guru yang mungkin sudah mulai bertanya-tanya dalam hati.
Mekanisme perpindahannya juga sudah disiapkan. Dinas Pendidikan akan bekerja sama dengan bidang ketenagaan untuk memastikan setiap guru tetap mendapatkan tempat yang layak.
“Kami ketika ke lapangan juga bersama kabid ketenagaan. Yang mana disampaikan tidak akan ada pemutusan kontrak. Kalau yang sudah masuk Dapodik seperti PPPK dan honorer, tentu akan diatur agar mendapatkan tempat yang sesuai. Hanya tadi, jarak mungkin tidak pasti seperti sekarang,” ujarnya.
Jadi, intinya, guru tetap mengajar, hanya saja mungkin tidak di sekolah yang sama.
Lalu, Aset Sekolah Bagaimana?
Nah, ini juga pertanyaan besar. Sekolah yang digabung, gedungnya dikemanakan?
Menurut Wahyono, jika dua sekolah berada di lokasi berdekatan, seperti SD Baleharjo 1 dan 2, maka asetnya tetap dalam satu pengelolaan. Tapi kalau letaknya berjauhan dan salah satu tidak lagi digunakan, maka bangunan sekolah itu akan menjadi aset milik pemerintah daerah.
“Jika dua sekolah bergabung dalam satu lokasi yang berdekatan, seperti SD Baleharjo 1 dan 2, maka asetnya bisa tetap dalam satu pengelolaan. Namun, jika jaraknya berjauhan dan salah satu tidak lagi digunakan, maka aset tersebut akan menjadi milik Pemda,” jelasnya.
Ada juga kemungkinan lain: jika pemerintah desa membutuhkan bangunan bekas sekolah untuk kepentingan masyarakat, Pemda bisa memberikannya, tentu saja dengan prosedur yang sesuai aturan.
“Karena itu berada di wilayah desa, apabila desa membutuhkan, pemerintah akan memberikan fasilitas itu kepada desa tentunya dengan regulasi yang harus dilalui,” tambahnya.
Kebijakan regrouping ini, disukai atau tidak, akan berjalan jika semua pihak menyetujuinya. Wahyono berharap para guru dan masyarakat bisa memahami tujuan baiknya.
“Bagi bapak ibu guru, kami harap bisa bersabar. Pemerintah memiliki konsep untuk menyejahterakan masyarakat, termasuk tenaga pendidik. Tidak ada yang akan ditempatkan di lokasi yang tidak mensejahterakan,” ujarnya, entah sebagai himbauan atau penghiburan.
Masyarakat juga diminta untuk tidak mudah termakan isu yang simpang siur.
“Jika ada hal yang kurang dipahami, lebih baik bertanya langsung kepada pihak yang berwenang daripada termakan isu yang dapat menimbulkan keresahan,” pungkasnya.
Singkatnya, sekolah-sekolah akan digabung, guru-guru akan dipindah, dan bangunan sekolah yang kosong akan dikelola pemerintah. Apakah ini solusi yang sempurna? Mungkin tidak. Tapi satu yang pasti: dunia pendidikan di Pacitan sedang bergerak, dan mereka yang terlibat harus siap mengikuti arusnya.