BeritaIDN, PACITAN – Di tengah riuh rendah persiapan Lebaran, PMII Pacitan tidak sibuk berbelanja baju baru atau menabung demi mudik. Tidak. Mereka justru menyalurkan bantuan bagi para tukang becak, orang-orang yang barangkali lebih sering terlihat di sudut kota daripada di lembaran statistik pemerintah.
Minggu, 23 Maret 2025, belasan mahasiswa PMII Pacitan turun ke jalan, membawa sesuatu yang lebih konkret dari sekadar wacana: beras, mie instan, minyak goreng, gula pasir, Al-Qur’an, bahkan uang tunai. Tidak banyak, memang. Tapi, dalam dunia tukang becak, tak ada yang lebih berharga dari bantuan di saat yang tepat.
Ketua Bidang Program Ekonomi dan Kewirausahaan PMII Pacitan, Feri Irawan, berbicara. Pekerja informal lebih menarik untuk dibantu ketimbang buruh yang nerima gaji bulanan.
“Dalam kondisi ekonomi yang sulit, kami dari mahasiswa PMII berupaya membantu sesama melalui aksi sosial. Kami menyalurkan bantuan sembako kepada para tukang becak di sekitar kota sebagai bentuk kepedulian terhadap mereka yang bekerja di sektor informal. Semoga bantuan ini dapat meringankan beban mereka dan menginspirasi lebih banyak pihak untuk saling membantu,” katanya.
Sebanyak 40 kilogram beras, 3 karton mie instan, 1 karton minyak goreng, 10 kilogram gula pasir, 25 Al-Qur’an, dan uang tunai Rp400 ribu disalurkan dalam aksi ini. Mungkin bagi sebagian orang, angka-angka itu tak seberapa. Tapi bagi tukang becak, ini bisa berarti tambahan tenaga untuk mengayuh di esok hari, tambahan semangat untuk menjemput rezeki.
Teguh (55), seorang tukang becak asal Bangunsari, menerima bantuan itu dengan mata berkaca-kaca.
“Saya sudah puluhan tahun menarik becak, dan di usia saya yang tak lagi muda, mencari nafkah semakin sulit, dek. Bantuan ini sangat berarti dan kepedulian adik-adik mahasiswa yang masih mau mengingat kami. Semoga kebaikan ini dibalas oleh Allah,” ucapnya, suaranya sedikit bergetar.
Di jalanan, suara seperti itu sering tenggelam dalam bising klakson dan gemuruh kendaraan. Tapi hari itu, suaranya terdengar jelas.
Menariknya, aksi ini bukan hanya hasil iuran mahasiswa. Sejumlah pengusaha lokal ikut menyumbang.
“Selain dari iuran sahabat-sahabat PMII, sejumlah bantuan yang kami salurkan juga didapatkan dari beberapa pengusaha di Pacitan,” ungkap Ketua Umum PMII Pacitan, Al Ahmadi.
Tak lupa, ia mengucapkan terima kasih kepada para donatur.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada para donatur dan pengusaha yang telah turut membantu PMII dalam aksi ini. Semoga sinergi ini bisa terus berlanjut dan semakin banyak pihak yang tergerak untuk berbagi,” tambahnya.
Dan memang, lebih dari sekadar aksi sosial, ini adalah pernyataan. Bahwa mahasiswa tak hanya bisa bicara. Bahwa mereka bisa bergerak, bisa berbuat, bisa memberi.
“Kami ingin menunjukkan bahwa mahasiswa bukan hanya bisa bicara, tapi juga bergerak dan berbuat nyata. Harapannya, semakin banyak pihak yang tergerak untuk membantu sesama, khususnya mereka yang kerap terlupa di sudut-sudut kota,” tegas Al Ahmadi.
Ke depan, PMII Pacitan berencana melanjutkan aksi serupa ke kelompok masyarakat lain yang membutuhkan. Ramadan ini masih panjang, masih banyak tangan yang bisa digenggam, masih banyak pintu yang bisa diketuk.
Ada kalanya mahasiswa turun ke jalan bukan untuk berdemo, bukan untuk meneriakkan tuntutan dengan nada membahana, bukan pula untuk unjuk gigi dengan idealisme setinggi langit. Ada kalanya mereka turun ke jalan untuk hal yang lebih sunyi, lebih bermakna—berbagi. Itulah yang dilakukan kader-kader PMII Pacitan. (*)