BeritaIDN, PACITAN – PMII Pacitan menggelar audiensi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) setempat, Kamis (15/5/2025).
Dalam pertemuan itu, PMII menyampaikan petisi berisi empat poin tuntutan tentang lemahnya penegakan Peraturan Daerah (Perda) dan kian mengkhawatirkannya kondisi sosial masyarakat.
Ketua PMII Pacitan, Al Ahmadi, mengatakan pihaknya prihatin atas maraknya praktik penyewaan kos-kosan bebas yang tidak diawasi dengan baik bahkan diperjualbelikan secara terbuka melalui media sosial, dan kerap disalahgunakan oleh pelajar.
“Kos-kos bebas ini juga menjadi ancaman bagi generasi muda Pacitan, terutama terkait penyebaran HIV/AIDS, meningkatnya kasus kehamilan di luar nikah hingga peredaran obat terlarang,” tegas Al Ahmadi.
Menurutnya, ada praktik penyewaan kos per jam yang menjamur di sekitar kawasan sekolah dan kampus. PMII meminta Satpol PP untuk segera melakukan pendataan ulang seluruh kos-kosan, menetapkan aturan penerimaan tamu yang lebih ketat, serta menjalin koordinasi antara perangkat desa dan pemilik kos.
Selain masalah kos-kosan, PMII juga menyoroti perilaku pelajar yang kerap bolos sekolah untuk nongkrong di warung kopi dan kafe selama jam belajar. Ia menilai, lokasi-lokasi tersebut selama ini belum tersentuh pengawasan aparat.
“Tempat-tempat yang digunakan untuk nongkrong itu, hingga saat ini nyaris tidak pernah dijamah Satpol PP,” terang Ahmadi.
PMII mendesak agar Satpol PP melakukan patroli rutin di titik-titik tersebut dan bekerja sama dengan sekolah agar sanksi terhadap siswa yang kedapatan membolos bisa diterapkan secara tegas.
Tuntutan lain yang diajukan PMII adalah penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) liar di kawasan Jalur Lintas Selatan (JLS) dan Alun-Alun Pacitan. PMII merekomendasikan agar Pemkab menyediakan area khusus dan lapak resmi yang lebih tertib sehingga tidak mengganggu fungsi jalan maupun keindahan kota.
Tak kalah penting, PMII juga mengingatkan perlunya penanganan Gepeng (gelandangan dan pengemis) secara komprehensif. Mereka meminta adanya pendataan, rehabilitasi sosial oleh Dinas Sosial, serta edukasi publik agar tidak memberikan uang secara langsung yang berpotensi memperkuat jaringan eksploitasi.
“Mereka itu terkoordinasi dari luar daerah, datang ke Pacitan untuk meminta-minta. Tidak perlu dikasihani,” ujar Ahmadi dengan nada tegas.
PMII menyatakan, berbagai persoalan yang terjadi saat ini tidak lepas dari lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan aparat dalam menegakkan aturan. Oleh karena itu, PMII memberikan tenggat waktu satu bulan kepada Satpol PP untuk mulai mengambil langkah nyata atas semua poin yang mereka ajukan.
“Jika tidak ada tindak lanjut, kami siap kembali turun ke jalan menuntut perubahan yang lebih serius,” tegasnya.
Namun demikian, PMII tetap menyatakan harapan agar langkah audiensi ini menjadi awal dari pembenahan menyeluruh di Kabupaten Pacitan. “Kami percaya, dengan penanganan yang tepat, Pacitan dapat menjadi kota yang lebih bersih, sehat, dan ramah lingkungan,” pungkas Ahmadi.
Menanggapi tuntutan PMII, Kepala Satpol PP Kabupaten Pacitan, Ardyan Wahyudi, menyambut positif masukan tersebut. Ia memastikan pihaknya akan menindaklanjuti rekomendasi PMII dengan langkah-langkah konkret.
“Kami berterima kasih atas masukan dari teman-teman PMII. Dan mulai besok, kami akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan penertiban dan pengawasan lebih intensif sesuai tuntunan PMII,” kata Ardyan.
Aksi audiensi tersebut berlangsung damai dan tertib dengan pengamanan dari aparat kepolisian. PMII Pacitan berharap aspirasi mereka tidak berhenti sebagai catatan, melainkan diterjemahkan dalam tindakan nyata di lapangan. (*)