BeritaIDN, PACITAN – Jalan Raya Pacitan–Ponorogo di Kecamatan Tegalombo kembali memakan korban. Kali ini, seorang pemuda 27 tahun, Bayu Aji Darmawan, warga Dusun Nogosari, Desa Kayen, Kabupaten Pacitan, tewas setelah motornya terperosok ke Sungai Grindulu.
Peristiwa ini terjadi di kilometer 27, Dusun Krajan, Desa Ngreco, pada sebuah tikungan yang dari dulu sudah terkenal licik: terlihat jinak dari jauh, tapi siap menghukum siapa pun yang terlalu percaya diri di atas gas.
Kamis (7/8/2025) sore, Bayu berangkat dari rumah mengendarai sepeda motor Yamaha Vega R AE 2282 XC warna biru, arah Pacitan menuju Ponorogo. Di tas kecilnya, hanya ada ponsel dan identitas diri. Di kepalanya, helm putih sederhana.
Tak ada yang menyangka perjalanan itu akan berakhir di dasar sungai. Menurut polisi, saat melewati tikungan, korban diduga kehilangan kendali. Ban motornya keluar jalur, lalu “mendarat” ke bawah, tepat di aliran Sungai Grindulu yang jaraknya tak sampai dua meter dari aspal.
Tidak ada yang melihat langsung kejadian itu. Bayu hilang bersama motornya, tenggelam dalam sunyi.
Ditemukan Sehari Kemudian
Baru pada Jumat (8/8/2025) sore sekitar pukul 16.00 WIB, keberadaan korban terungkap. Seorang warga yang hendak mencari rumput di tepi sungai melihat motor dan tubuh tergeletak di dasar.
“Korban dan motornya berada di dasar sungai. Warga kemudian melapor ke Polsek Tegalombo,” ujar Kanit Gakkum Satlantas Polres Pacitan Aiptu Jani Agus Siswanto.
Begitu laporan masuk, petugas Satlantas Polres Pacitan bersama Polsek Tegalombo langsung meluncur ke lokasi.
Luka Parah, Meninggal di Tempat
Setibanya di TKP, petugas memastikan korban sudah tidak bernyawa. Luka di wajah cukup parah, kaki kanan patah, dan beberapa bagian tubuh memar akibat benturan.
“Korban dinyatakan meninggal dunia di tempat kejadian,” kata Aiptu Jani Agus.
Sepeda motor korban ringsek di bagian depan. Polisi memperkirakan kerugian material sekitar Rp2 juta.
Proses Evakuasi
Proses evakuasi berlangsung cukup menantang. Lokasi korban berada di dasar sungai yang tidak terlalu dalam, tapi dikelilingi bebatuan licin. Barang bukti yang diamankan antara lain sepeda motor, tas kecil, ponsel, identitas korban, serta helm putihnya.
Korban kemudian dibawa ke Puskesmas Tegalombo sebelum diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan.
Tikungan yang Tak Pernah Kapok
Tikungan di KM 27 itu memang terkenal “ganas”. Warga setempat menyebutnya “tikungan penjaring”, karena sering kali yang lewat terlalu cepat akan “ditangkap” entah oleh jurang, entah oleh sungai.
“Kalau di sini memang sering ada kecelakaan. Jalannya sempit, menikung tajam, dan di bawahnya langsung sungai,” kata Suyanto, warga Ngreco, sambil menunjuk lokasi kejadian.
Bahkan di musim kemarau seperti sekarang, jalannya bisa licin karena debu tebal. Apalagi jika pengendara terlalu pede memelintir gas.
Aiptu Jani Agus mengingatkan bahwa jalur Pacitan–Ponorogo bukanlah trek balap. Tikungan tajam, jurang, dan minim penerangan membuatnya berbahaya, terutama di kawasan perbukitan seperti Tegalombo.
“Kurangi kecepatan, waspada, dan pastikan kondisi kendaraan prima sebelum perjalanan,” tegasnya.
Polisi, kata dia, rutin melakukan patroli dan memasang rambu peringatan. Tapi, “keselamatan tetap bergantung pada kedisiplinan dan kewaspadaan pengendara itu sendiri.”
Banyak pengendara menganggap imbauan “jaga kecepatan” atau “waspada di tikungan” hanya formalitas. Namun, kisah Bayu membuktikan klise itu benar-benar nyata. Satu detik kehilangan kendali bisa berarti hilangnya nyawa.
Di Pacitan, kepolisian sudah menandai titik-titik rawan, termasuk jalur Pacitan–Ponorogo. Pemasangan rambu, pengecekan jalan, hingga patroli sudah dilakukan. Tapi tanpa kesadaran pengendara, rambu hanyalah papan tanpa arti.
“Keselamatan di jalan bukan hanya tanggung jawab polisi, tapi tanggung jawab bersama,” tutup Aiptu Jani Agus Siswanto. (*)