BeritaIDN, PACITAN – Kekurangan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) masih menjadi persoalan serius dalam sistem pendidikan Indonesia. Masalah ini bukan hanya lokal, melainkan juga cermin lemahnya komitmen negara dalam menempatkan pendidikan agama sebagai prioritas kebijakan. Ironisnya, krisis ini juga terjadi di daerah yang religius seperti Jawa Timur, termasuk Pacitan. Regulasi sudah ada, data tersedia, tetapi tindakan masih jauh dari memadai.
Menurut data Kementerian Agama RI tahun 2025, sebanyak 91.028 guru PAI telah tersertifikasi. Capaian ini patut diapresiasi. Namun, fakta lain menunjukkan bahwa masih ada sekitar 625.481 guru, termasuk guru madrasah dan guru agama, yang belum mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). Dari jumlah itu, sekitar 95.367 adalah guru PAI di sekolah umum. Artinya, 15–20 persen guru PAI belum tersertifikasi secara profesional. Kondisi ini jelas berpengaruh terhadap mutu pembelajaran di kelas.
Di Jawa Timur, tantangan juga tampak dalam proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dinas Pendidikan Provinsi mengajukan sekitar 17.000 guru honorer untuk diangkat pada 2025. Namun angka itu hanya sebagian kecil dari kebutuhan. Banyak sekolah di desa terpencil masih kekurangan guru agama linier.
Kondisi serupa juga terjadi di Pacitan. Data Dinas Pendidikan per Mei 2025 menunjukkan kekurangan tenaga pendidik di sekolah negeri mencapai 613 orang. Dari jumlah itu, kebutuhan terbesar ada di SD, termasuk 94 guru PAI. Kekurangan lainnya meliputi 273 guru kelas, 88 guru PJOK, dan 83 kepala sekolah. Kekurangan guru PAI menjadi persoalan khas, sebab menyangkut pembentukan iman dan moral siswa yang tidak bisa digantikan oleh guru non-linier.
Mengapa Regulasi Belum Efektif?
Secara regulasi, kewajiban pendidikan agama sudah ditegaskan melalui UU Guru dan Dosen, PP tentang Guru, hingga Permendikbud tentang penugasan guru PAI di sekolah umum. Namun praktik di lapangan menghadapi sejumlah kendala:
1. Formasi PPPK/ASN tidak merata.
Usulan formasi guru PAI sering jauh di bawah kebutuhan riil.
2. Keterlambatan sertifikasi dan PPG.
Puluhan ribu guru PAI masih belum tersertifikasi, sehingga statusnya terganjal.
3. Anggaran daerah minim.
Formasi guru PAI sering kalah prioritas dibanding mata pelajaran lain.
4. Distribusi geografis.
Di desa terpencil, banyak sekolah terpaksa menunjuk guru non-spesialis untuk mengajar agama.
Dampak terhadap Pendidikan Karakter
Defisit guru PAI tidak hanya mengurangi kualitas pembelajaran, tetapi juga memengaruhi pembentukan karakter siswa:
Nilai agama yang diajarkan dangkal dan tidak konsisten.
Pendidikan agama terkesan formalitas, tidak menyentuh kehidupan sehari-hari.
Siswa di desa terpencil kehilangan akses pendidikan agama yang layak.
Solusi yang Mendesak
Sebagai organisasi mahasiswa Islam yang peduli pada pendidikan, PMII Pacitan mengusulkan beberapa langkah konkret:
1. Pemetaan kebutuhan guru PAI secara detail.
Pemerintah daerah dan Kemenag harus menyusun data kebutuhan guru PAI per kecamatan dan desa.
2. Prioritas formasi PPPK/ASN untuk guru PAI.
Kuota khusus harus disediakan agar kekurangan guru agama dapat segera teratasi.
3. Percepatan sertifikasi dan PPG.
Tidak boleh ada guru PAI aktif yang belum mengikuti PPG setelah batas waktu tertentu.
4. Insentif bagi guru honorer PAI.
Guru yang sudah lama mengabdi perlu mendapat insentif layak dan kepastian status.
5. Kolaborasi lintas lembaga.
Dinas Pendidikan, Kemenag, DPRD, hingga masyarakat harus ikut mengawasi distribusi formasi dan anggaran.
Defisit guru PAI di Pacitan maupun daerah lainnya adalah bukti nyata lemahnya political will pemerintah. Jika regulasi, anggaran, dan formasi tidak segera diprioritaskan, maka pendidikan karakter akan terus tercederai.
Negara bukan hanya punya kewajiban hukum, tetapi juga moral untuk menghadirkan guru agama yang layak, kompeten, dan merata. Tanpa itu, istilah “pendidikan karakter” hanya akan jadi jargon kosong tanpa makna. ***
*) Oleh : Sunardi, Ketua I Kaderisasi PMII Pacitan
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi BeritaIDN.ID
*) Rubrik opini di BeritaIDN.ID terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: gentarmediagrup@gmail.com
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.