BeritaIDN, PACITAN–Festival Gerabah Lempung Agung 2025 resmi digelar di Dusun Purwosari, Desa Purwoasri, Kecamatan Kebonagung, Sabtu (25/10/2025). Acara tahunan ini tak hanya menjadi ajang seni dan budaya, tetapi juga momentum penting dalam melestarikan warisan leluhur Pacitan.
Camat Kebonagung, Udin Wahyudi, menyampaikan bahwa festival ini bukan sekadar pameran seni, melainkan wujud nyata upaya menjaga nilai luhur budaya lokal.
“Festival Gerabah ini diselenggarakan bukan hanya sebagai pameran seni, tetapi juga sebagai upaya untuk melestarikan warisan budaya leluhur kita, serta mengangkat kembali nilai luhur yang terkandung dalam setiap karya gerabah,” ujarnya.
Menurut Udin, kegiatan ini juga menjadi sarana promosi bagi para perajin lokal dan pelaku UMKM. Melalui festival, diharapkan muncul peluang ekonomi baru yang bisa digarap masyarakat, terutama generasi muda.
“Kami ingin anak-anak muda melihat gerabah bukan sebagai benda kuno, tapi peluang usaha yang menjanjikan di masa kini dan mendatang,” imbuhnya.
Ia menambahkan, tantangan terbesar dalam dunia gerabah saat ini adalah regenerasi perajin. Karena itu, Festival Lempung Agung menjadi ajang strategis untuk menumbuhkan kembali minat generasi muda terhadap seni tanah liat tersebut.
“Gerabah bukan hanya warisan budaya, tapi juga bisa menjadi kerajinan dekoratif yang bernilai ekonomi tinggi,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Udin mengajak seluruh masyarakat untuk ikut berperan aktif menjaga keberlangsungan seni gerabah Purwoasri.
“Mari kita dukung para pengrajin gerabah kita, lestarikan budaya ini dengan bangga. Apresiasi karya mereka dengan mengunjungi bazar, mengikuti workshop, dan jadilah bagian dari gerakan menjaga keberlangsungan seni gerabah,” ajaknya.
Festival Gerabah Lempung Agung sendiri telah menjadi agenda rutin tahunan di Purwoasri. Selain ritual adat Lempung Agung, festival juga menampilkan berbagai kegiatan seperti workshop pembuatan gerabah, melukis gerabah, hingga pertunjukan seni dan budaya lokal.
Upacara Adat Lempung Agung

Salah satu daya tarik utama festival ini adalah prosesi upacara adat Lempung Agung, sebuah kirab budaya yang menggambarkan proses awal pembuatan gerabah. Prosesi dimulai dengan berjalan kaki menuju sawah, sumber utama tanah liat yang menjadi bahan dasar pembuatan gerabah.
Setibanya di area persawahan, peserta melakukan tradisi pengambilan tanah liat yang kemudian diangkut menggunakan tandu. Sepanjang perjalanan, mereka diiringi musik gamelan gerabah, yakni alat musik unik yang terbuat dari bahan tanah liat hasil karya perajin lokal.
Tanah liat yang dibawa kemudian diserahkan kepada kepala desa, sebelum akhirnya diberikan kepada pengrajin gerabah tertua di desa tersebut sebagai simbol penghormatan kepada para pelestari tradisi. Seluruh prosesi ini secara simbolis menggambarkan rutinitas warga Purwoasri dalam memperoleh dan mengolah tanah liat menjadi beragam produk gerabah yang bernilai seni tinggi.
Desa Purwoasri dikenal sebagai sentra gerabah tertua di Pacitan, yang telah berdiri sejak tahun 1959. Produk gerabah dari desa ini memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi identitas kuat masyarakat Kebonagung sebagai penjaga tradisi dan pelestari budaya tanah liat Pacitan. (*)












