BeritaIDN, PACITAN—Tunggakan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan di Kabupaten Pacitan per 1 Desember 2025 tercatat mencapai Rp32,8 miliar. Angka ini dinilai menghambat stabilitas layanan dan capaian kepesertaan nasional.
BPJS Kesehatan Pacitan membuka data jika beban terbesar berasal dari peserta kelas 3 dengan total tunggakan Rp20,8 miliar. Kelas 2 menyusul dengan Rp8,2 miliar, sementara kelas 1 mencatat Rp3,7 miliar.
Kepala BPJS Kesehatan Pacitan, Yudi Purwanto, menyebut pola pembayaran peserta mandiri masih menjadi titik lemah.
“Masyarakat cenderung membayar saat membutuhkan layanan atau ketika sudah sakit,” tegasnya, Kamis (11/12/2025).
Ia tak menampik bahwa sebagian peserta tidak memiliki kemampuan ekonomi yang memadai untuk membayar iuran secara rutin, namun tetap mendaftar mandiri saat membutuhkan akses layanan kesehatan.
“Ada yang sebenarnya tidak mampu, tapi mendaftar ketika kondisi mendesak,” ujarnya.
Pacitan Belum Capai UHC
Meski kepesertaan BPJS terus bertambah, Pacitan belum berada dalam kategori Universal Health Coverage (UHC). Cakupan kepesertaan seluruh segmen baru mencapai 91,26 persen setara 537.761 jiwa dari total penduduk 589.294 jiwa.
Namun persoalan lebih serius justru ada pada tingkat keaktifan peserta. Hanya 72,91 persen peserta yang tercatat rutin membayar. Ini berarti hampir tiga dari sepuluh peserta berisiko nonaktif dan tidak bisa mengakses layanan kesehatan.
Kartu Otomatis Dinonaktifkan
BPJS Kesehatan Pacitan menegaskan bahwa peserta yang menunggak iuran akan otomatis kehilangan akses layanan karena kartunya dinonaktifkan.
“Segera lunasi tunggakan. Jika kartu nonaktif, pelayanan kesehatan tidak dapat digunakan,” ujar Yudi.
Pihaknya juga meminta peserta yang sudah mengaktifkan kembali kepesertaannya untuk menjaga kedisiplinan.
“Kalau sudah aktif, jagalah ritme pembayaran agar tidak kembali menunggak,” tambahnya.
Hingga kini, BPJS Pacitan masih melakukan penagihan, pendampingan, dan sosialisasi intensif untuk menekan angka tunggakan, terutama di segmen peserta mandiri yang secara nasional menjadi kelompok paling rentan gagal bayar. (*)













