Mulai 2026, SMP di Pacitan Wajib Terintegrasi Madrasah Diniyah

  • Bagikan
Kepala Bidang SMP Dindik Pacitan, Fandi Normansyah. (Foto: Heri/BeritaIDN)

Mulai 2026, SMP di Pacitan wajib terintegrasi dengan Madrasah Diniyah sebagai strategi penguatan karakter dan pendidikan agama di sekolah umum.

BeritaIDN, PACITAN—Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan tengah memfinalisasi kebijakan integrasi Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan Madrasah Diniyah (Madin). Program ini dirancang sebagai respons atas tantangan karakter siswa di tengah derasnya pengaruh internet, pergaulan, dan lingkungan sosial.

Kepala Bidang SMP Dindik Pacitan, Fandi Normansyah, menyebut integrasi ini bukan sekadar tambahan program, melainkan langkah protektif yang dinilai mendesak.

“Fenomena sosial anak-anak sekarang luar biasa. Kita tidak bisa hanya mengandalkan jam pelajaran agama yang terbatas. Penguatan diniyah harus masuk langsung ke sekolah,” kata Fandi, Selasa (30/12/2025).

Selain faktor karakter, kebijakan ini juga berangkat dari tingginya ekspektasi orang tua terhadap pendidikan agama di sekolah umum, yang belum sepenuhnya terjawab.

Data Dindik Pacitan mencatat, dari 14.987 anak usia SMP, hanya sekitar 1.414 siswa yang tercatat mengikuti Madrasah Diniyah Wustho. Angka itu belum menyentuh 10 persen.

Baca juga :  PGRI Pacitan Minta Kebijakan Regrouping Sekolah Dikaji Ulang

“Ini ironi. Harapan masyarakat besar, tapi akses dan partisipasi Madin masih rendah. Integrasi ini jadi jembatan,” ujarnya.

Masalah lain yang dihadapi sekolah adalah keterbatasan guru agama. Di banyak SMP, guru Pendidikan Agama Islam hanya satu hingga dua orang. Bahkan, tidak semua guru umum memiliki kemampuan baca Al-Qur’an yang memadai.

Karena itu, Dindik melibatkan langsung ustadz dan pengajar Madin untuk masuk ke sekolah formal.

“SDM kita terbatas. Maka ustadz-ustadz Madin yang sudah kompeten akan mengajar di SMP,” jelas Fandi.

Untuk pelaksanaannya, Dindik menyiapkan dua skema. Pertama, blok kurikulum, di mana pembelajaran diniyah dijadwalkan khusus, misalnya satu hari penuh dalam sepekan. Kedua, kurikulum kolaboratif, dengan pembiasaan diniyah sebelum atau setelah jam pelajaran reguler.

Baca juga :  Gandeng Institute Surabaya, Puluhan Guru SD Nuris Pacitan Gali Bakat dan Karakter

“Teknisnya fleksibel, menyesuaikan kondisi sekolah dan Madin. Tidak kita seragamkan,” katanya.

Materi pembelajaran akan difokuskan pada Standar Kompetensi Ubudiyah dan Akhlak (SKUA). Penekanannya bukan pada hafalan, melainkan pembiasaan ibadah dan pembentukan akhlak.

“Target akhirnya sederhana tapi penting: anak-anak punya karakter kuat, ibadahnya tertata,” tegas Fandi.

Saat ini, Dindik masih melakukan pendataan SMP dan Madin, pemetaan guru dan ustadz, serta penyederhanaan materi ajar. Program ini dijadwalkan dideklarasikan pada Januari 2026, melibatkan 72 SMP negeri dan swasta di Pacitan.

Dindik menegaskan tidak akan membentuk Madrasah Diniyah baru. Lembaga diniyah yang sudah hidup di masyarakat akan dioptimalkan.

“Madin yang sudah ada, dengan kiai kampungnya, kita ajak masuk sekolah. Kecuali kondisi ekstrem seperti jarak, baru kita cari opsi lain,” pungkasnya. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *