BeritaIDN, PACITAN – Langit Telengria penuh warna. Bukan karena senja yang lembayung, tapi layang-layang beraneka rupa yang terbang gagah, menari-nari ditiup angin. Festival Layang-Layang Tradisional kembali digelar, merayakan Hari Jadi ke-280 Kabupaten Pacitan. Tak sekadar mainan, layang-layang di sini punya gengsi, bertarung memperebutkan Piala Bupati.
Di sudut arena, Manager Umum Parai Beach Resort Teleng Ria, Suyitno, tersenyum melihat semarak festival. “Kami ingin melestarikan budaya sekaligus memberi ruang bagi para pecinta layang-layang untuk berkreasi,” katanya,” Minggu (16/2/2025).
Lomba ini dibagi dua kategori: tradisional motif dan tradisional polos. Pesertanya masih dari wilayah Pacitan saja, tapi semangatnya nasional.
Di sela-sela desiran angin, peserta asal Desa Sirnoboyo, Supratno (58) tampak mengikat benang dengan tenang. Dua tahun ia ikut festival ini, dan tahun ini ia kembali.
“Saya suka layang-layang sejak kecil. Bukan soal menang, tapi lebih ke meramaikan. Semoga acara seperti ini terus ada,” ujarnya, menatap layang-layangnya yang mulai menanjak.
Lain lagi dengan peserta lainnya, Iron (39). Ia tak sekadar menerbangkan, tapi juga menanamkan filosofi daerah dalam layang-layangnya.
“Saya buat motif Kethek Ogleng, ikon budaya Pacitan, dan Batik Pace, warisan kebanggaan daerah. Ini bukan hanya permainan, tapi simbol tradisi yang harus dijaga,” urainya.
Festival ini bukan hanya tentang siapa yang menang atau layang-layang siapa yang paling tinggi. Ini soal kebersamaan, soal warisan budaya yang harus terus diterbangkan setinggi-tingginya.
Pengelola Parai Beach Resort Telengria Pacitan berjanji akan terus menggelar acara serupa tiap tahun. Karena di langit yang biru, ada harapan yang melayang, ada budaya yang harus terus dijaga.