Dari Ruang Redaksi ke Forum Kader PMII, Yusuf Arifai Bagikan Ilmu Manajemen Konflik

  • Bagikan
Yusuf Arifai memaparkan materi manajemen konflik Diklat Kader Ideologis PMII Pacitan. (Foto: Heri/BeritaIDN)

BeritaIDN, PACITAN– Di dunia yang makin ruwet ini, kalau tidak bisa bertarung dengan kata-kata, bersiaplah jadi korban berita palsu. Itu, kira-kira, yang ingin disampaikan jurnalis TIMES Indonesia, Yusuf Arifai, saat berbicara dalam Diklat Kader Ideologis (DKI) II PMII Pacitan, 21-23 Februari 2025. Ia membahas Manajemen Konflik, Propaganda, dan Isu.

Dalam sesi yang, boleh jadi, membuat beberapa peserta berpikir ulang soal segala sesuatu yang mereka percayai, Yusuf menyoroti tiga elemen dalam dinamika organisasi: konflik, propaganda, dan isu.

Tiga hal ini, katanya, harus dipegang erat oleh kader PMII, atau bersiaplah jadi bidak di papan catur orang lain.

“Konflik itu kayak pedasnya sambal Bisa bikin segar, bisa juga bikin perut melilit. Tergantung siapa yang ngolah dan bagaimana cara makannya,” kata Yusuf, Sabtu (22/2/2025) malam.

Ia menjelaskan bahwa konflik tidak selalu berarti bencana. Justru, dengan sedikit keluwesan dan kecerdikan, konflik bisa menjadi bahan bakar perubahan dalam organisasi.

Baca juga :  Pengumuman, Keputusan KPU Pacitan Nomor 5 Tahun 2025, Tentang Penetapan Paslon Bupati dan Wakil Bupati Terpilih Pilkada 2024

Strateginya? Kenali dulu sumber konfliknya, bangun komunikasi yang masuk akal, dan cari solusi yang tidak bikin kepala pecah.

Selain konflik, Yusuf juga menguliti propaganda—senjata ampuh para pemain politik dan mereka yang hobi mempermainkan opini publik.

“Kalau kita gampang termakan propaganda, siap-siap saja jadi pengikut tanpa sadar,” tambahnya.

“Literasi digital itu bukan sekadar bisa baca dan ngetik di media sosial. Itu soal bisa memilah mana berita yang asli, mana yang hanya cocok dikunyah tapi beracun kalau ditelan mentah-mentah,” urainya.

Ia mengingatkan bahwa propaganda tidak selalu tampak kasar. Sering kali ia dibalut dengan narasi yang menggoda, sehingga membuat orang merasa cerdas padahal sebenarnya sedang dimanfaatkan.

Baca juga :  Cabdindik Pacitan Dukung Program Magang Siswa SMKN 1 Donorojo ke Jepang

“Cara mainnya harus cantik dan rapi. Supaya lawan nggak curiga kalau dia sedang dijerumuskan,” tegasnya.

Kemudian, ada isu—sesuatu yang lebih licin dari belut. Jika tidak dikelola dengan baik, isu bisa membentuk persepsi publik, bahkan sebelum fakta sempat berbicara.

“Kader PMII harus bisa membedakan mana isu yang perlu ditanggapi serius, mana yang cukup ditertawakan sambil minum kopi,” ujarnya lagi.

Diklat Kader Ideologis II PMII Pacitan ini, pada akhirnya, bukan sekadar sesi pelatihan biasa. Ini adalah semacam ujian mental bagi para kader: apakah mereka cukup kritis menghadapi dunia yang makin banyak tipu dayanya, atau justru terjebak dalam permainan narasi yang mereka sendiri tak paham ujung pangkalnya?

“Jangan gampang terpancing, jangan pula terlalu santai. Harus strategis, kalau tidak, ya kita yang jadi bahan tertawaan,” pungkas Yusuf. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *