BeritaIDN, PONOROGO-Kabar membanggakan datang dari dunia kebudayaan Indonesia. Kesenian Reog Ponorogo resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) oleh UNESCO pada Desember 2024 lalu.
Penetapan ini menjadi tonggak sejarah penting dalam upaya pelestarian budaya Nusantara, khususnya seni tradisi khas Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Pengakuan dari UNESCO ini merupakan buah dari perjuangan panjang para seniman, budayawan, dan pihak-pihak terkait yang selama bertahun-tahun melakukan advokasi, promosi, serta pelestarian Reog secara konsisten. Namun, meski telah memperoleh pengakuan dunia, tantangan pelestarian masih belum berakhir.
Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, dalam acara Halal Bihalal bersama para seniman Reog dari grup Harimau Tenggara di Mlarak, Minggu (20/4/2025) lalu, mengajak seluruh pegiat seni Reog untuk terus menjaga eksistensi dan nilai luhur kesenian ini.
“Doa dan ikhtiar panjenengan sedoyo sudah dikabulkan Gusti Allah. Tugas kita saat ini melestarikan Reog dan jangan sampai ICH dicabut UNESCO,” ujar Sugiri di hadapan para seniman yang hadir.

Bupati Sugiri juga mengingatkan pentingnya pelestarian Reog yang ramah lingkungan dan mengikuti prinsip konservasi. Ia menegaskan bahwa penggunaan bahan dari satwa dilindungi, seperti kulit macan dan tubuh burung merak asli, tidak lagi diperbolehkan dalam pembuatan properti seni Reog seperti barongan Dadhak Merak.
“Barongan tidak boleh lagi menggunakan kulit macan asli. Kulitnya bisa diganti kulit sapi atau kambing yang dilukis menyerupai aslinya. Meraknya juga tidak boleh menggunakan tubuh merak asli,” tegasnya.
Peringatan tersebut mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan perlindungan lingkungan. Status Reog sebagai warisan budaya dunia membawa konsekuensi tanggung jawab besar, tidak hanya di tingkat lokal tetapi juga global.
Sugiri berharap, penetapan ini tidak hanya menjadi kebanggaan semata, tetapi juga momentum untuk membangkitkan semangat kolaborasi antara seniman, pemerintah, dan masyarakat.
Ia menilai, keberadaan Reog sebagai warisan dunia juga dapat dimanfaatkan untuk mendorong sektor ekonomi kreatif, memperkuat pendidikan seni, serta memperluas diplomasi budaya Indonesia di mata dunia.(*)