BeritaIDN, PACITAN – Permasalahan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Pacitan masih menjadi pekerjaan rumah serius yang membutuhkan perhatian lintas sektor. Berdasarkan data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) yang terintegrasi dengan EMIS, NISN, dan NIK, tercatat sebanyak 4.455 anak masuk kategori ATS per Desember 2024.
Kategori ATS ini mencakup anak-anak yang belum pernah mengenyam bangku sekolah, putus sekolah (drop out), tidak bersekolah karena disabilitas, hingga yang sudah lulus namun tidak melanjutkan pendidikan hingga 12 tahun, sebagaimana diamanatkan program wajib belajar nasional.
Meski begitu, Dinas Pendidikan Kabupaten Pacitan menyatakan bahwa angka tersebut belum sepenuhnya merefleksikan kondisi riil di lapangan. Ketidaksesuaian data administrasi, seperti status kependudukan dan pendidikan, menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah anak yang terdata sebagai ATS.
“Data ATS ini kami verifikasi ulang secara langsung dengan melibatkan aparat wilayah sampai tingkat desa. Kami ingin memastikan angka yang muncul benar-benar valid,” terang Kepala Dinas Pendidikan Pacitan, Budiyanto, Jumat (16/5/2025).
Hasil sementara dari proses verifikasi menunjukkan bahwa sebanyak 1.323 anak dipastikan tidak bersekolah dan kini masuk dalam daftar yang akan segera mendapat intervensi pemerintah daerah. Verifikasi data ini menjadi dasar penting dalam menentukan arah kebijakan dan penanganan ke depan.
“Data ini masih bersifat dinamis. Setelah proses PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) selesai, baru akan terlihat secara pasti berapa jumlah anak yang perlu ditangani,” jelas Budiyanto.
Untuk mengatasi persoalan ini, Pemerintah Kabupaten Pacitan telah menyiapkan dua jalur intervensi. Anak-anak yang masih dalam usia sekolah akan diarahkan kembali ke jalur pendidikan formal, seperti SD dan SMP. Sedangkan bagi anak yang telah melewati usia pendidikan dasar, akan disalurkan ke jalur pendidikan nonformal, seperti program Kejar Paket A, B, dan C.
Budiyanto menyebutkan bahwa faktor ekonomi keluarga, akses geografis yang sulit, serta kondisi disabilitas masih menjadi penyebab utama tingginya angka ATS di wilayah Pacitan. Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor, termasuk peran aktif pemerintah desa, sangat dibutuhkan dalam upaya menuntaskan masalah ini.
Pemkab Pacitan juga terus mengoptimalkan penyaluran bantuan pendidikan dari berbagai program, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan anggaran pendidikan dari APBD. Bantuan ini menyasar peserta didik di jenjang SD dan SMP yang berasal dari keluarga tidak mampu.
“Kami mengimbau kepada para kepala sekolah agar mendampingi anak-anak pasca kelulusan, baik dari kelas 6 maupun kelas 9, agar bisa melanjutkan ke jenjang selanjutnya,” imbuh Budiyanto.
Lebih jauh, Budiyanto menegaskan bahwa urusan pendidikan tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah. Ia menekankan pentingnya peran serta semua pihak—sekolah, orang tua, masyarakat, media massa, bahkan media sosial—dalam membangun kesadaran kolektif mengenai pentingnya pendidikan.
“Kami minta masyarakat agar segera melapor ke aparat desa atau dinas terkait apabila menemukan anak usia sekolah yang belum bersekolah. Kami siap mencarikan solusi agar tidak ada anak yang tertinggal dalam dunia pendidikan,” pungkasnya. (*)