BeritaIDN, PACITAN – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dikaitkan dengan istilah guru beban negara menuai sorotan. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pacitan menegaskan, ucapan itu tidak pernah muncul dari mulut Menkeu.
Sekretaris PGRI Pacitan, Khusnul Qomarudin, mengatakan ada salah tafsir di masyarakat.
“Setelah saya menyimak dari awal sampai akhir, kalimat guru merupakan beban negara itu sebenarnya tidak ada. Yang ada memang soal gaji guru yang sejak dulu hingga sekarang belum sesuai dengan beban kerja guru setiap harinya,” ujarnya, Jumat (22/8/2025).
Menurut Khusnul, tugas guru bukan hanya mengajar di kelas. Peran mereka melekat selama 24 jam, mendidik sekaligus membentuk karakter anak bangsa.
“Orientasi guru bukan pada seberapa besar gaji, tapi bagaimana mendidik. Guru-guru di Pacitan menanamkan filosofi Jawa: rame ing gawe, nrimo ing pandum, sepi ing pamrih. Itu yang membuat mereka tetap kuat mendidik anak-anak Indonesia,” jelasnya.
Meski begitu, Khusnul mengakui gaji guru di Pacitan masih jauh dari cukup.
“Layak atau tidaknya gaji guru tergantung menyikapi, tapi kalau dilihat dari kenyataan, memang jauh dari mencukupi kebutuhan, apalagi untuk biaya kuliah anak,” tegasnya.
Partisipasi Masyarakat Belum Sentuh Kesejahteraan Guru
Sri Mulyani sebelumnya menyinggung soal tantangan pendanaan pendidikan: apakah sepenuhnya ditanggung pemerintah atau bisa dibantu masyarakat.
Khusnul menilai masyarakat Pacitan selama ini cukup aktif mendukung pendidikan, tapi belum sampai pada aspek kesejahteraan guru.
“Kalau untuk pendidikan, masyarakat Pacitan luar biasa. Setiap ada rapat pleno komite sekolah, orang tua dan wali murid sangat antusias. Tapi untuk kesejahteraan guru, sejauh ini belum ada keterlibatan masyarakat,” terangnya.
Selain itu, Khusnul berharap pemerintah benar-benar memikirkan nasib guru, bukan sekadar wacana.
“Gaji guru sekarang belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk menguliahkan anak. Harapan kami, pemerintah benar-benar memikirkan kesejahteraan guru hingga bisa tercapai secara benar-benar layak,” katanya.
Menurutnya, guru di daerah kerap harus mencari penghasilan tambahan di luar profesi utama karena gaji jauh dari memadai. Sementara guru honorer bahkan lebih sulit, dengan penghasilan yang jauh di bawah standar.
Di akhir pernyataannya, Khusnul memberi semangat bagi para guru honorer di Pacitan.
“Tetap semangat meskipun penghasilan jauh dari harapan. Saya yakin guru honorer punya tekad untuk tetap menerapkan ilmunya di dunia pendidikan,” pungkasnya. (*)