BeritaIDN, PACITAN–Pelayanan publik yang berkualitas tidak hanya bergantung pada gedung megah dan alat canggih. Faktor manusia tetap menjadi kunci. Itulah yang sedang ditekankan manajemen RSUD dr. Darsono Pacitan, lewat forum konsultasi publik yang digelar bersama masyarakat, akademisi, praktisi hukum, dan tokoh keagamaan, Rabu (12/11/2025).
Direktur RSUD dr. Darsono Pacitan, dr. Johan Tri Putranto, mengatakan forum ini menjadi wadah untuk menampung kritik dan saran langsung dari pengguna layanan kesehatan. “Kami ingin membangun pelayanan yang lebih terbuka dan responsif. Kritik publik bukan untuk dihindari, justru menjadi bahan belajar bagi kami,” ujarnya.
Menurutnya, dari hasil evaluasi 2024–2025, sebagian besar masukan yang masuk berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM). Johan menilai, pelayanan prima tidak bisa tercapai tanpa kualitas SDM yang unggul dan berintegritas. “Pelayanan kesehatan itu soal sikap, kemampuan, dan pengetahuan. Tiga hal ini harus berjalan bersama,” jelasnya.

Tiga pilar SDM yang dimaksud adalah etika, skill, dan knowledge. Etika menjadi pondasi agar tenaga kesehatan memiliki empati dan tanggung jawab moral terhadap pasien. Skill harus diasah agar setiap pegawai mampu bekerja cepat dan tepat. Sementara knowledge atau pengetahuan harus diperbarui melalui pendidikan berkelanjutan agar tak tertinggal oleh perkembangan dunia medis.
Untuk menjaga keseimbangan ketiganya, RSUD menerapkan sistem reward and punishment. Pegawai berprestasi diberi ruang promosi jabatan sebagai bentuk apresiasi, sedangkan yang melanggar disiplin diberi sanksi tegas sesuai UU ASN. “Kami sudah memberhentikan satu ASN dan dua pegawai BLUD karena pelanggaran sikap. Ketegasan ini penting agar integritas tetap terjaga,” tegasnya.
Sebaliknya, RSUD juga menyiapkan jalur pengembangan karier. Pada 2026, rumah sakit mengalokasikan anggaran Rp1 miliar untuk program pendidikan berkelanjutan. Program ini meliputi pelatihan untuk dokter spesialis, dokter umum, perawat, bidan, tenaga keuangan, pengadaan barang dan jasa, hingga petugas pengelola limbah dan bencana.
“Belajar itu tidak berhenti di bangku kuliah. Dunia kesehatan terus berubah, dan kami ingin tenaga kami tumbuh bersama perubahan itu,” kata dr. Johan.
Sebagai contoh nyata, awal November lalu, RSUD memberangkatkan satu perawat untuk mengikuti pelatihan pemasangan ring jantung di RS Saiful Anwar Malang selama tujuh bulan. Setelah kembali, perawat tersebut akan menjadi tenaga ahli yang memperkuat layanan jantung di Pacitan.
Langkah-langkah tersebut, kata Johan, adalah bentuk tanggung jawab rumah sakit sebagai institusi pelayanan publik. “Transparansi dan profesionalitas harus sejalan. Forum publik ini membantu kami melihat diri sendiri dari kacamata masyarakat, agar pelayanan RSUD ke depan benar-benar berpihak pada pasien,” tegasnya. (*)













